Hindari Politik Uang
Bacaan Alkitab |
Matius 26 :14 – 16 bacaan pembanding Ulangan 16:18-20 |
Tanggal/Warna Liturgy | 7 April 2019/Ungu (Minggu Sengsara VII) |
Syallom saudara – saudara, saat ini bangsa kita sedang dihadapkan pada pesta demokrasi untuk memilih para pemimpin di Indonesia, tepatnya tanggal 17 April 2019; baik sebagai Presiden dan wakil Presiden, memilih para pemimpin di Legislatif ; DPD, DPR pusat, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten / Kota. Untuk hal-hal tersebut terutama para calon pemimpin telah dan sedang berupaya keras memperkenal diri dan meyakinkan para calon pemilih bahwa calon pemimpin tersebut pantas untuk dipilih sebagai pemimpin bangsa Indonesia 5 tahun ke depan. Upaya meyakinkan para pemilih tersebut ada yang melakukan dengan cara konstitusional ( sesuai atauran yang berlaku), dan ada yang melakukan dengan cara non konstitusional ( diluar aturan yang berlaku atau menghalalkan segala cara/ money politic / black campaign).
Menurut buku Ensiklopedia bebas, menyebutkan bahwa politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non konstitusional.
Politik Uang ( money politic ) adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pemberian bisa dilakukan dengan menggunakan uang atau barang.
Politik uang umumnya dilakukan oleh simpatisan , kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktek politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang , sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpatik masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan . Menurut pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mehendra, definisi Money Politic sangat jelas yakni “ mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi”. Praktek money politic seperti itu dapat disamakan dengan uang sogok atau suap.
Saudara dalam situasi seperti itulah firman ini hadir menyapa saudara dan saya. Bagaimana sikap kita sebagai gereja menyaksikan keadaan di masyarakat yang sendang mempraktekan perilaku money politic tersebut ? dan apa kata firman Tuhan tentang praktek suap /sogok dalam setiap kegiatan hidup kita seperti pemilihan umum ?
Dalam injil Mat 26:14-16 ini, menekankan sesuatu Yang harus diingat dan disadari sejak awal bahwa Allah melalui Yesus Kristus telah menjadi korban untuk menebus umatNya dari kekuasaan Dosa. Sehingga kuasa dosa tidak lagi berkuasa mengendalikan perjalanan hidup manusia. Selanjutnya menjelaskan tentang Perjamuan Paskah yang sedang Yesus rayakan pada saat itu sarat makna dan sarat suasana. Makna perjamuan itu bukan saja merayakan pembebasan Israel purba dari penjajahan Mesir, tetapi makna baru, yaitu penyiapan bagi penderitaan sang Anak Manusia. Dengan demikian suasana haru memang menandai perjamuan tersebut. Suasana haru karena kasih Yesus itu menjadi lebih kental ketika seorang perempuan di Betania mencurahkan ungkapan kasihnya kepada Yesus dengan minyak yang mahal Matius 26 : 7. Sayang sekali bahwa peringatan yang sarat makna dan suasana itu dinodai oleh rencana pengkhianatan Yudas.
Lawan / musuh ternyata tidak saja berasal dari kalangan luar. Orang yang sekian tahun belajar dari Yesus kini pergi mengajukan proposal penyerahan Yesus Mat 26:15 yang berbunyi “ . . . Apa yang hendak kamu berikan kepadaku , supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu ? “ . dalam konteks ini Yudas lebih menginginkan 30 keping uang perak dan menolak kasih Allah kepada dirinya.
Mulai moment itu, ia bukan lagi pengikut Yesus, tetapi tekun merancang siasat untuk menyerahkan Yesus ( Mat 26:16). Meski dalam perjamuan roti tak beragi Yesus berupaya mengembalikan Yudas, namun ia bersikeras meneruskan pengkhianatannya ( Mat 26:25). Pertanyaan Yudas ini menunjukkan sikapnya yang entah tidak paham atau tidak menerima Yesus kecuali sekadar sebagai rabi saja. Pertanyaan dalam ayat 15 tersebut hanya bertujuan menutupi kejahatannya, namun Yesus terus terang membongkar rencana busuk Yudas ( ayat 16 ) .
Seperti dalam nas sebelumnya, kini pun kita menjumpai keterlibatan seorang yang rela meminjamkan ruang rumahnya untuk kepentingan Yesus menyiapkan para murid-Nya menghadapi moment dahsyat yang sedang menjelang. Hidup dan pengurbanan Yesus tanpa pamrih dikaruniakan-Nya bagi semua orang. Namun, harus selalu diingat bahwa di sekitar Yesus tetap saja ada dua macam orang, yaitu mereka yang akan menolak atau menghianati Yesus seperti Yudas, dan mereka yang merespons kasih Yesus dengan benar. Kasih dan arti pengurbanan Yesus sampai sekarang tetap tidak berubah. Demikian pun kemungkinan dua macam tanggapan bertolak belakang ini masih bisa terjadi pada masa kini.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus , hidup di dunia ini selalu dihadapkan dengan pilihan taat kepada Yesus Kristus yang telah menebus kita dari kuasa dosa ? atau melakukan segala sesuatu menurut keinginan kita ? sikap Yudas yang menjual Yesus untuk mendapatkan 30 keping uang perak memberikan gambaran dirinya yang tamak dan “ gila harta”. Bagi Yudas, mendapatkan uang 30 keping perak itu lebih peting dari pengorbanan Yesus yang diberikan untuk menebus dosa umat manusia. Tetapi harus di ingat kata Yesus “ Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan . Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan ” (matius 26 : 24 ). . . . . . . . . . . . . .(dapat dikembangkan )
Saudara kenapa gereja harus menghindarkan dirinya dari praktek politik uang menjelang pesta demokrasi bangsa kita saat ini, karena “uang suap merusakkan hati” (Bandingkan pengkhotbah 7 : 7 ). Selain itu perilaku suap itu adalah bahagian dari praktek perampasan hak-hak politik masyarakat untuk menentukan pemimpin yang tepat bagi bangsa kita kedepan.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus mari kita persiapkan seluruh kehidupan dan keyakinan kita sambil berserah penuh kepada Dia yang menebus kita dari berbagai ketidakpatian. Dia yang kita yakini itu telah menganugerakan kepada bangsa kita kemerdekaan untuk dirawat dan dikembangkan menjadi lebih baik dan berkenaan kepada Tuhan. Amin. (IK)
Uraian bacaan pembanding :Ulangan 16 : 18 - 20
Rumusan, pernyataan, dan pengakuan iman tentang karya penyelamatan Allah berakar pada tindakan nyata Allah dalam peristiwa dan sejarah umat Allah. Karena itu kata firman (Ibr. davar) mengandung dua arti yaitu kata dan perbuatan. Firman Allah adalah kata dan perbuatan Allah. Keduanya mengungkapkan hati Allah, keduanya mewujudkan kehendak Allah, yang serasi tanpa konflik. Apabila umat dituntut melakukan firman, maka yang dimaksud adalah memberitakan perbuatan Allah melalui kata sekaligus perbuatan. Tuntutan untuk serasi kata dan tindakan serta memberlakukan karya penyelamatan dan kasih Allah dalam kehidupan umat, khususnya perlu dilaksanakan di bidang peradilan.
Firman dengan dimensi peradilan ini disampaikan ketika berbagai penindasan dan ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat Israel dilakukan para elit politik waktu itu. Jelas, penindasan dan ketidakadilan bertentangan dengan kebaikan, kasih dan kebenaran Allah. Setiap orang yang menerima suap dan mengadili dengan mempermainkan standar kebenaran, tidak hanya melanggar hukum peradilan, tetapi juga melawan Allah. Karena itu, para hamba peradilan diminta agar khusus menjaga diri dari menerima suap, sebab suap membutakan mata orang-orang bijaksana dan orang-orang benar (tsadiq). Para hamba peradilan menduduki kehormatan mewakili Allah. Sepatutnya bahwa wibawa Allah dan kebenaran dihormati oleh mereka. Mereka bertanggungjawab untuk menjamin peradilan yang adil dan benar bagi seluruh bangsa (bdk. 18,20). Keadaan bangsa Indonesia tercinta ini akan terus terpuruk karena praktik-praktik ketidakadilan dan suap. Selama orang tidak segan-segan melakukan ketidakadilan, berarti mata mereka buta dan tak berhikmat menegakkan keadilan.